-->

Darmabirawa

Di Kerajaan Astina Prabu Suyudana sedang berembug dengan Patih Sakuni dan panglima perang Adipati Karna. Hadir pula dalam perembugan itu putra mahkota Raden Arya Lesmana Mandrakumara, Raden Arya Dursasana saudara raja, Raden Arya Kartamarma, Raden Arya Durmagati, Raden Arya Citraksa dan Raden Arya Citraksi, tak lupa paranpara negara Astina,Pandita Durna. Pokok pembicaraan berkisar perihal ulah Widarba yang bernama Prabu Darmabirawa, mengepung negara Astina. Menurut kenyataannya negara Astina tak kuasa menahan serangan wadyabala dari musuh tersebut. Untuk mengatasi segala kesulitan tersebut raja berkenan mengutus Patih Arya Sakuni utnuk meminta bantuan ke negara Amarta dan Dwarawati, sedangkan Adipati Karna ditugaskan untuk meminta bantuan ke negara Mandraka dan Mandura. Kepergian para utusan dilengkapi dengan para Korawa dan segenap wadyabala Astinapura.

Seusai pertemuan raja berkenan membicarakan pula dengan permaisuri ialah Dewi Banowati, disaksikan oleh putrinya Dewi Lesmanawati. Sang permaisuri Dewi Banowati sangat bersyukur bahwasanya raja telah mengambil kebijaksanaan mengutus Patih Arya Sakuni dan Adipati Karna untuk masing-masing ditugaskan meminta bantuan dalam menghadapi akan musuh yang sedang mengepung Kerajaan Astina.

Konon berbareng dengan keresahan yang terjadi di Kerajaan Astina, Raja Tasikmalaya Prabu Kaladenta berkenan membicarakan masalah yang gawat dengan patih kerajaan ialah Kaldahana. Pembicaraan berkisar mengenai akan diadakannya tindakan balasan menyerang Kerajaan Astina, sebab menurut sejarah Tasikmalaya ayahanda raja Prabu Kaladenta konon mati terbunuh oleh raja Astinapura bernama Prabu Pandudewanata. Kesatuan pendapat di Kerajaan Tasikmalaya membutikan hari itu juga dikirim utusan wadyabala Tasikmalaya, ke Kerajaan Astinapura, dengan tugas pokok membalas hukum akan kematian Ayahanda Raja Kaladenta, membunuh Prabu Pandudewanata. Barngkatlah wadyabala Tasikmalaya dengan segala kelengkapan perang menuju Astinapura. Perjalanan wadyabala dari Kerajaan Tasikmalaya di pertengahan jalan bertemu dengan wadyabala pasukan Astina. Persilisihan pendapat mengarah ke peperangan tak dapat dihindarkan lagi, sehingga kedua pasukan campuh perang. Dengan terpukulnya pasukan Tasikmalaya yang dipimpin oleh dtya Kalabisana ,kalabirawa, dan Kalabisara pasukan Astina dapat melanjutkan perjalanannya lagi.

Di kahyangan Cakrakembang, Sang Hyang Kamajaya dihadap oleh permaisuri Dewi Ratih menerima kedatangan Raden Arjuna. Berkatalah Hyang Kamajaya, " Wahai Adinda Raden Arjuna, apakah yang menjadikan Adinda naik ke kahyangan Cakrakembang, berterus teranglah." Raden Arjuna mengutarakan maksud kedatangannya, yang tak lain mohon penjelasan dan keterangan di manakah gerangan kakaknya Prabu Tudhistira berada sekarang ini. Sang Hyang Kamajaya bercerita, bahwasanya sudah menjadi kehendak dewata bahwasanya Prabu Yudistira lagi dibutuhkan oleh dewata, tak usah dikhawatirkan. Namun kalau sudah masanya,akan timbul sendiri Prabu Yudistira. Selanjutnya Raden Arjuna diperintahkan segera turun ke Retyapada, untuk selanjutnya diperintahkan bertemu mengabdikan dirinya kepada seorang begawan bernama Kresnamurti di Gunung Kamawa. Bermohon dirilah Raden Arjuna untuk pergi ke Gunung Kamawa, diringikan oleh Kyai Semar, Nalagareng, dan Petruk.

Di pertengahan jalan di tengah hutan Raden Arjuna bersua dengan wadyabala Tasikmalaya, sehingga terjadi peperangan. Wadyabala yaksa Tasikamalaya banyak yang dapat dibunuhnya, sehingga perjalanan Raden Arjuna tak ada gangguan lagi.

Konon di Gunung Kamawa, Begawan Kresnamurti sedang berembug dengan adiknya yang bernama Endang Tejamurti. Pembicaraan berkisar usaha mereka untuk menemukan mancari lolosnya Raden Arjuna. Selagi mereka sedang asyik berbincang-bincang, datanglah Retna Srikandi dengan putranya Raden Angkawijaya, Setelah dipersilahkan duduk, Begawan Kresnamurti bertanya kepada Retna Srikandi, " Apakah gerangan yang menjadikan susah hatimu, jika sekiranya aku dapat menolongmu," Retna Srikandi menceriterakan maksud kedatangannya, yang tak lain memohon petunjuk sang Begawan untuk mendapatkan keterangan perihal lolosnya Raden Arjuna dan Prabu Yudistira. Begawan Kresnamurti berkata," Wahai Retna Srikandi dan engkau Angkawijaya, bersediakah kalian akan menurut permintaanku?". Retna Srikandi dan Raden Angkawijaya menjawabnya, "Duhai Sang Begawan, segala permintaan sang Begawan kami tak akan menolaknya." Begawan Kresnamurti meminta kepada Retna Srikandi untuk bersedia diangkat menjadi saudaranya, diperadikkan dengan Endang Tejamurti, adapun Raden Angkawijaya diangkat menjadi putra mereka. Kedua-duanya setelah menerima sabda sang Begawan,diperintahkan untuk segera masuk kedalam pacrabakan, tak lama sesudah itu masuklah Raden ke pertapaan B egawan Kresnamurti. Maksud kedatangan Raden Arjuna tak lain akan mengabdikan diri ke hadapan Begawan Kresnamurti, dan permintaannya diluluskan. Raden Arjuna yang melihat Endang Tejamurti tertarik hatinya, Begawan Kresnamurti yang hadir di hadapannya seakan-akan tidak terlihat oleh Raden Arjuna. Hatinya tertarik kepada keayuan Endang Tejamurti, jatuh cintalah Rden Arjuna kepadanya. Kepada sang Begawan Raden Arjuna berseloroh, " Hai Begawan Kresnamurti, siapakah gerangan Endang yang cantik rupawan di belakangmu itu, ketetapan hatiku endangmu akan kuambil sebagai istri. Hendaknya kamu mengetahuinya." Sang Begawan merasa dirinya sudah tidak duhargai lagi, dalam benaknya mengguman kenapa Raden Arjuna yang kedatangannya minta diterima sebagai siswa, tetapi sudah berani bertingkah melanggar tata-tertib kesopanan pertapaan. Tentu saja sang Begawan marah bukan main, berkatalah, " Hai kau Ksatriya rupawan, tak cocoklah budi-pekertimu dengan rupamu yang bagus itu. Tingkahmu sangat memalukan, belum lagi kau kuanggap sebagai murid, mentang-mentang sudah berani melamar endangku ini. Kujawab permintaanmu itu, tak kululuskan kau akan meningkahinya." Raden Arjuna yang merasa permintaannya ditolak, marah terjadilah peperangan. Ramailah peperangan antara mereka, akhirnya Begawan Kresnamurti kalah babar kembali menjadi Parbu Kresna, Endangkurti dapat diboyong Raden Arjuna kemablai ujud mulanya ialah Wara Subadra. Bersukacitalah seisi pertapaan Wukir Kamawa, Raden Arjuna bertemu pula dengan istrinya yang lainnya ialah Retna Srikabdi dan putranya Raden Angkawijaya. Raden Arjuna segera diberitahu oleh Sri Kresna, bahwasanya di negara Astina terjadi peperangan yang besar. Engkau, aku dan saudara-saudaramu akan dimintai bantuan oleh pihak Korawa, akan tetapi baiklah kita melihat keadaannya terlebih dahulu. Raden Arjuna diajaknya berangkat bersama-sama untuk menyaksikan dari dekat apa yang terjadi ke kerajaan Astina, tak ketinggalan Wara Subadra dan Retna Srikandi dan Raden Angkawijaya turut serta.

Konon Patih Arya Sakuni yang disertai para Korawa sudah mengahadap Prabu Baladewa Raja Mandura, kepada raja diceritakan tugas sang Patih yang tidak lain mengemban perintah raja Astina Prabu Suyudana memohon bantuan raja Mandura untuk bersedia memenuhi permintaan raja Astina membantu dalam mempertahankan negara menghadapi kepungan musuh dari kerajaan Widarba. Raja Mandura Prabu Baladewa menyanggupinya, adapun permohonan bantuan Astina kepada Sri Kresna yang dibebankan kepada Prabu Baladewa pun disanggupinya. Barngkatlah raja Mandura dengan segenap wadyabalanya menuju Kerajaan Astina.

Adapun duta Kerajaan Astina lainnya, ialah Adipati Karna telah datang pula menghadap raja Mandraka Prabu Salya.Kepada Raja juga dijelaskan, bahwasanya sang adipati diutus oleh raja Astina Prabu Suyudana untuk memohon bantuan raja Mandraka dalam menghadapi ancaman musuh dari Kerajaan Widarba, yang telah mengepung Kerajaan Astina. Raja Mandraka menyanggupinya, dan setelah bernusana keprajuritan berangkatlah sang Raja dengan diiringkan prajurit Mandraka, pimpinan Patih Tuhayata.

Di pesanggrahan Raja Widarba, Prabu Darmabirawa yang dihadap oleh Patih Senabirawa, Tumenggung Peksawani dengan kedua saudaranya yang sekaligus berjedudukan sebagai senopati perang, ialah Raden Arya Dewasekti dan Raden Arya Dewasaraya berembug perihal akan dimulainya penyerangannya ke Kerajaan Astina. Untuk memulainya raja mengambil tindakan mengutus Tumenggung Peksawani menyampaikan surat Raja Darmabirawa kepada Raja Suyudana di Astina. Setelah jelas perintah raja, berangkatlah Tumenggung Peksawani membawa surat raja menuju Astina.

Di Kerajaan Astina,Prabu Suyudana menerima kedatangan raja Mandura Prabu Baladewa. Menghadap pula Patih Arya Sakuni, Adipati Karna dan segenap saudara raja para Korawa. Setelah sejenak mereka membahas keadaan yang gawat menimpa Kerajaan Astina, masuklah Tumenggung Peksawani, menyampaikan surat Raja Widarba Prabu Darmabirawa. Raja Suyudana menerimanya dan segera dibuka dibaca. Isi surat tak lain,raja Widarba Prabu Darmabirawa menantang perang dengan raja Astina. Untuk itu surat diserahkan kepada Raja Mandraka Prabu Salya, selanjutnya diterimakan kepada Prabu Baladewa raja Mandura. Bukan kepalang amarah Prabu Baladewa setelah melihat membaca isi surat raja Widarba, yang tak lain menantang perang kepada raja Astina.Berkatalah Prabu Baladewa kepada utusan Kerajaan Widarba, " Hai kau Duta Widarba, Tumenggung Peksawani.Segeralah kau kembali dan melapor kepad rajamu, bahwasanya Kerajaan Astina menerima tantangan Kerajaan Widarba. Katakanlah kepada rajamu, bahwasanya Prabu Baladewa akan menjadi benteng Kerajaan Astina," mundurlah Tumenggung Peksawani dari hadapan persidangan, laju kembali ke pesanggrahan raja Widarba.

Kepada Prabu Darmabirawa dilaporkan perihal kesediaan Astina, melayani permintaan Kearajaan Widarba untuk mengadakan peperangan. Segera Prabu Darmabirawa memerintahkan segenap wadyabala untuk menyerang Kerajaan Astina, tak lupa turut serta prajurit andalan raja ialah Senabirawa, Raden Arya Dewasaraya dan Raden Arya Dewasekti. Tak ayal lagi peperangan hebat terjadi antara Kerajaan Astina dan Widarba. Wadyabala Astina, Mandura, dan Awangga mundur tak tahan menerima serangan hantaman wadyabala dari Widarba, memang sangat kuat dan perkasa-perkasa prajurit Widarba. Sri Salya raja Mandraka merasa malu melihat kalahnya prajurit-prajurit Astina, majulah sang raja berhadapan dengan Patih Widarba Senabirawa. Sama l\kuatnya dan sakti kedua-duanya, tak heran peperangan lama tak berkesudahan. Raja Mandraka ingin cepat-cepat menyelesaikan peperangannya, dipujalah aji andalannya Candabirawa. Ribuan mahluk berwujud raksasa ganas ke luar dari tubuh raja Salya, menurut segala perintahnya untuk mengganyang wadyabala Widarba. Wadyabala musuh sangat kacau kedaaannya, mereka tertegun melihat musuh berwujud raksasa-raksasa ribuan ganas-ganas menyerangnya, mundurlah sebagian wadyabala Widarba.

Prabu Darmabirawa menerima laporan perihal kalahnya wadyabalanya, murkalah raja melihat keadaan pasukannya. Segera maju raja Widarba dengan maksud menghadapi Raja Salya, segala kesaktian dipertontonkan kepada musuh, termasuk aji menyirep Candabirawa. Raksasa-raksasa jadian si Candrabirawa lemas dan tak kuasa menahan menghadapi aji sirep Prabu Darmabirawa, sehingga undurlah mereka raksasa-raksasa jadian tadi, demikian pula wadyabala Astina kacau-balau menghadapi Prabu Darmabirawa. Prabu Salya tak kuasa menghadapinya, demikian pula Prabu Baladewa, Adipati Awangga Karna si panglima perang Astina, kesemuanya mundur melapor kepada raja Astina. Pada pertemuan yang gawat tadi, Sri Suyudana memberitakan pesan dewa yang diterimanya. Seyoganya untuk mengatasi keadaan yang ruwet yang menimpa Kerajaan Astina, disarankan untuk selekas mungkin mencari bantuan kepada seorang Pandita bernama Kresnamurti dan seorang Resi bernama Endrakusuma. Untuk tugas tersebut diserahkan kepada Prabu Salya, dan lagi pula dijelaskan adanya suatu tawaran perjanjian, " Barang siapa yang dapat menghindarkan Kerajaan Astina, disediakan hadiah separoh praja Astina.

Bertemulah sudah Prabu Salya dengan Begawan Kresnamurti, kepadanya diperkenalkan pula Resi Endrakusuma sebagai adik sang Begawan. Raja Mandraka Prabu Salya mengutarakan maksud kedatangannya, yang tak lain diutus oleh raja Astina Prabu Suyudana, untuk meminta bantuan kepada sang Begawan beserta sang Resi menghadapi musuh Kerajaan Astina, yang sekarang telah mengepungnya. Pula persyaratan dari Astina, sebagai hadiah separoh praja Astina dipertaruhkan kepada siapa yang sanggup menghindarkan Astina dari bahaya kehancurannya.

Sang Begawan Kresnamurti menyanggupinya, hanya meminta persaksian janji Raja Astina Orabu Suyudana tersebut, dapat diundangkan di oasewakan Astina dan supaya Sri Salya pun menyaksikannya, hal tersebut disanggupi oleh Prabu Salya. Segeralah berpamitan untuk kembali ke praja Astina, beserta Begawan Kresnamurti dan Resi Endrakusuma diperkenalkan kepada sanga Raja. Berkatalah Begawan Kresnamurti, bahwasanya telah diterima penjelasan raja perihal kerelaan dan kesanggupan raja sendiri menyediakan separoh praja Astina sebagai imbalan jasa kepada barang siapa yang dapat membantu menanggulangi ancaman musuh yang mengepung Astina. Namun sang Begawan Kresnamurti berkata kepada Raja Suyudana, " Perkenankanlah kami meyakinkan akan sabda raja sekali lagi, apakah raja Astina Prabu Suyudana tidak akan memungkinkan janjinya, jika kami dapat melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya sesuai keinginan raja Astin." Dengan tegas dan tidak ragu-ragu Prabu Suyudana menjawab, "Hai kau Begawan Kresnamurti dan kau Resi Endrakusuma, pantang bagi seorang raja mengucap dua kali. Sangat berdosa jika sekiranya saya memungkiri janji, jika sekiranya saya ungkir janji semoga kutukan dewa dijatuhkan kepada kami dan semoga kalahlah kami besuk dalam Peperangan Bartayuda Jayabinangun." Janji raja Astina tersebut disaksikan oleh segenap hadirin yang turut serta menyaksikannya.

Di pakuwon musuh, Prabu Darmabirawa beserta Patih Senabirawa Tumenggung Paksawani sedang membicarakan langkah-langkah siasat peperangan yang akan dijalankan menghadapi Astina. Selagi mereka dengan tekun berbincang-bincang, masuklah prajurit Widarba melapor ada tampak di luar seorang begawan dan resi menantang-nantang kepada wadyabala Widarba, apa lagi menyebut-nyebut tak akan berlaga jika sekiranya tak tanding jurit dengan Prabu Darmabirawa. Prabu Darmabirawa segera keluar, memerintahkan kepada Tumenggung Paksawani untuk memukul musuh. Berhadapanlah Tumenggung Paksawani dengan Raden Arya Gatutukaca wadyabala sang Begawan Kresnamurti, kalahlah Tumenggung Paksawani babar kembali ujud semula ialah Raden Anantasena. Raden Arya Gatutkaca setelah melihatnya, Raden Anantasena segera dipeluknya, dan mereka segera menjaduh dari medan lag. Raden Dewasaraya dan Raden Dewasekti melihat Tumenggung Paksawani kalah juritnya, segera maju berlaga tanding dengan Raden Arya Gatutkaca. Kalah pula mereka kembali ujud semula,raden Arya Dewasekti berujud Sadewa, Raden Arya Dewasaraya berujud kembali Raden Nakula. Patih Senabirawa juga kalah perangnya kembali ujud menjadi Raden Arya Wrekodara. Arjuna yang merasa unggul dalam peperangannya, sekarang berhadapan dengan Prabu Darmabirawa. Panah Prabu Darmabirawa dilepaskan mengenai Resi Endrakusuma, berubah ujudnya kembali menjadi pribadi Raden Arjuna. Demikian pula Begawan Endrakusuma yag terkena panah Prabu Darmabirawa, kembali ujud semula menjadi Prabu Kresna. Selanjutnya Sri Kresna melepaskan senjata saktinya yang berujud cakra, mengenai Prabu Darmabirawa, kembali ujud semula Prabu Yudistira. Medan laga penuh keharuan, saudara bertemu dengan saudara, adik bertemu dengan kakaknya. Seluruh suasana praja Astina diliputi kebahagian terhindar dari ,usuh yang ampuh, namun belum lagi mereka selesai menyelesaikan permasalahannya, datanglah musuh menyerang dari kerajaan lain ialah praja Tasikmalaya yang bermaksud akan menghukum Prabu Pandudewanata. Menyadari serangan musuh, para Pandawa menyongsongnya, Prabu Kaladenta yang memmimpin pasukan mati tanding dengan Prabu Baladewa. Patih Ditya Kaladahana terpukul mati terbunuh oleh Raden Arjuna. Wadyabala Tasik malaya tak kuat menandingi amukan Raden Arya Wrekodara, sisa prajurit melarikan diri sekedar untuk menyelamatkan diri kembali ke praja Tasimalaya. Kembalilah suasana kebhagiaan meliputi para Pandawa dan Korawa, separoh Astina yang dipertaruhkan sebagai bebana (hadiah) jelas dimiliki Pandawa. Bersyukurlah mereka kepada para dewata, yang telah melindunginya dari malapetaka kehancuran. 

Sumber : bluefame.com
LihatTutupKomentar